Jam

Kamis, 21 Maret 2013

Ilmu Gizi dan Pangan - UPAYA DIVERSIFIKASI PANGAN TEPUNG SUKUN UNTUK MENGURANGI KONSUMSI TEPUNG TERIGU


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Ditinjau dari potensi sumberdaya wilayah, sumberdaya alam Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan yang beragam, dari satu wilayah  ke wilayah lainnya, baik bahan pangan sumber karbohidrat,  protein, lemak, vitamin maupun mineral. Pangan sumber karbohidrat biasanya berasal dari serealia, umbi-umbian, dan buah-buahan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia yang hidup dalam lingkungan yang majemuk dan memiliki keanekaragaman kebudayaan dan potensi sumber pangan spesifik, strategi pengembangan pangan perlu diarahkan pada potensi sumber daya pangan wilayah.
            Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan jalan keluar yang saat ini dianggap paling rasional untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan pangan (khususnya sumber karbohidrat). Melalui penataan pola makan yang tidak tergantung pada satu sumber pangan, memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri, membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing, yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan nasional.
            Masalah pangan dalam negeri tidak lepas dari persoalan beras dan terigu.  Meski di beberapa wilayah, penduduk masih mengkonsumsi pangan  alternatif gaplek, beras jagung, sagu ataupun ubi jalar, tetapi fakta menunjukkan bahwa terigu lebih adaptif dan adoptif daripada pangan domestik tersebut.  Gejala ini bukan saja bagi golongan menengah ke atas, tetapi kalangan bawah  pun sudah terbiasa menyantap mie, jajanan, roti atau kue yang semua berbasis terigu (Sadjad, 2000).
            Belajar dari kenyataan di atas, teknologi tepung campuran (tepung komposit) tampaknya cukup prospektif sebagai pendorong diversifikasi pangan.  Pendekatan ini tentu saja tidak sesederhana yang dibayangkan, melainkan tetap memerlukan berbagai pengkajian.  Sebagai contoh, pencampuran bahan membawa konsekuensi perubahan karakter bahan dan perubahan mutu produk pangan.  Preferensi dan budaya makan daerah yang sangat beragam merupakan modal dasar sebagai acuan bentuk pangan yang berdiversifikasi.
Sumber karbohidrat dari  buah-buahan masih relatif tertinggal pemanfaatannya  dibandingkan dengan  bahan pangan sumber karbohidrat asal serealia dan umbi-umbian. Salah satu jenis buah-buahan yang potensial dikembangkan sebagai sumber karbohidrat ialah sukun (Artocarpus commuris) (Heyne, 1987).
Penyebaran tanaman sukun sangat meluas di kepulauan Indonesia. Tanaman sukun banyak terdapat di daerah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Irian. Tanaman sukun tumbuh subur di daerah yang basah dan kering dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut. Keunggulan tanaman sukun adalah berbuah sepanjang tahun (tanaman tidak semusim) sehingga menjamin ketersediaan bahan pangan, mudah dalam penanaman dan perawatan, jarang terkena hama dan penyakit yang membahayakan sehingga biaya perwatan relatif murah.
Pemanfaatan utama tanaman sukun adalah buahnya. Buah sukun yang diperoleh dari tanaman sukun jenis Artocarpus communis bisa dimanfaatkan sebagai makanan pokok tradisional, tepung, gaplek, maupun sebagai makanan ringan (Setijo P, 1995).
Pengolahan sukun menjadi tepung merupakan alternatif cara pengolahan yang memiliki beberapa keunggulan, yaitu meningkatkan daya simpan dan memudahkan pengolahan bahan bakunya. Tepung sukun selain mudah diolah menjadi produk lain juga memiliki kandungan gizi yang relatif tak berubah. Oleh karena itu tepung sukun dapat dimanfaatkan sebagai bahan diversifikasi pangan yang dapat diolah menjadi produk kue. Selain dijadikan tepung, buah sukun yang muda dan buah masak, dapat dimakan setelah direbus, disangrai, atau digoreng.
Tepung terigu merupakan bahan dasar yang banyak digunakan sebagai bahan dasar dalam pengolahan pembuatan kue. Tepung terigu merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur, diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis. Permasalahannya adalah terigu masih diimpor dari negara lain: bahwa impor tepung terigu tahun 1998 meningkat menjadi 24 ribu ton dari tahun 1997 yang hanya 15,2 ribu ton. Oleh karena itu perlu diupayakan bahan pensubtitusi tepung terigu yang dapat dibuat dari bahan yang diperoleh secara lokal (Thomas D, 1998).


1.2  Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan dan khusus. Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pangan dan Gizi.  Adapun tujuan khusus dari penulisan laporan ini adalah:
1.      Mempelajari karakteristik fisik, kimia, dan fungsional tepung sukun.
2.      Mengetahui pengaruh tepung sukun sebagai bahan pengganti tepung terigu.













BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

2.1 Sukun


Tanaman sukun adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah tropis dengan curah hujan sekitar 1500-2500 mm dan temperatur sekitar 21-31°C (FAO, 1982). Tanaman ini tidak memerlukan pengairan. Ia dapat tumbuh baik pada daerah basah ataupun kering. Buah sukun termasuk dalam golongan buah klimakterik dengan kecepatan respirasi lima kali buah papaya pada suhu 20°C. Buah segar mempunyai wakyu simpan yang relatif singkat.
Beberapa sebutan untuk sukun adalah bread fruit (Inggris), abre a pain (Prancis), di Indonesia disebut sukun (tanpa biji), kulur, timbul (berbiji). Malaysia: sukun (tanpa biji), kelor (berbiji). Papua nugini: kapiak (pidgin). Kamboja: sake, khnaor, samloo. Thailand: sa-ke (tanpa biji), khanun-sampalor (Thailand Tengah). Vietnam: sake (Verheij & Coronel, 1997).
Klasifikasi sukun adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio             : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub Divisio     : Angiospermae (berbiji tertutup)
Classis             :
Dicotyledone (berkeping dua)
Ordo   
            : Urticales
Familia            :
Moraceae
Genus
            : Artocarpus
Species            :
Artocarpus communis
            Dalam pengertian luas, sukun berasal dari Pasifik dan Asia Trofik. Telah lama sekali sukun menjadi makanan pokok yang penting di Polinesia. Kini sukun menyebar luas ke seluruh daerah trofik lembab.
            Pengembangan tanaman sukun dapat dilakukan secara vegetatif. Metode yang sering digunakan yaitu tunas akar atau dapat pula dikembangkan dengan cara cangkok, okulasi dan setek.
            Pohon sukun mulai berbuah setelah berumur 5-7 tahun dan akan terus berbuah hingga berumur lima puluh tahun. Dalam satu tahun akan diperoleh buah sukun sebanyak 400 buah pada umur tanaman 5-6 tahun. Pada umur tanam 8 tahun akan diperoleh buah sebanyak 700-800 setiap tahunnya. Di Indonesia tanaman sukun banyak dijumpai antara bulan Desember, April, dan juga sekitar bulan Juli. Hasil setiap pohon 75-150 buah.
            Daun tanaman sukun bertulang tangan. Panjang 22,5-60 cm dan lebarnya 20-50 cm. daun berbentuk tangan dengan lekukan-lekukan yang dalam dan bergelombang. Pada satu helai daun terdapat lima sampai Sembilan lekukan. Permukaan daun menkilat dan bagian bawahnya hijau suram serta berbulu halus. Panjang tangkai daun sekitar 4 cm.
            Bunga tanaman terdapat antara daun pada pucuk cabang. Bunga jantan dan bunga betina terdapat di dalam satu pohon. Bunga jantan berbentuk silinder panjang (12-35 cm) dan bunga betina berbentuk elips atau bulat (6-7 cm).
            Buah sukun berbentuk bulat atau bulat panjag. Diameter 3-8 inci, dan mempunyai berat antara 2-6 kg. kulit buah berwarna hijau kekuningan dan daging buahnya berwarna putih kekuningan. Pada buah terdapat hati yang tidak biasa dimakan. Bagian yang biasa dimakan adalah daging buah yang terletak antara sekelilinh hati dan kulit yang berwarna hijau. Bagian hati yang sangat mudah berubah warna apabila buah dipotong karena berlangsungnya proses oksidasi enzimatik.
                Buah sukun mengandung niasin, vitamin C, riboflavin, karbohidrat, kalium, thiamin, natrium, kalsium, dan besi. Pada kulit kayunya ditemukan senyawa turunan flavanoid yang terprenilasi, yaitu artonol B dan sikloartobilosanton. Sukun mempunyai komposisi gizi yang relatif tinggi. Dalam 100 gram berat basah sukun mengandung karbohidrat 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 35,5%, protein 0,1%, lemak 0,2%, abu 1,21%, fosfor 0,048%, kalsium 0,21%, besi 0,0026%, kadar air 61,8% dan serat atau fiber 2%.
Buah sukun yang telah dimasak cukup bagus sebagai sumber vitamin A, B komplek dan vitamin C. Kandungan mineral Ca dan P buah sukun lebih baik daripada kentang dan kira-kira sama dengan yang ada dalam ubi jalar (Makmur,L.,et al., 1999)
Kandungan zat gizi pada buah sukun tergantung dari umur buah sukun atau tingkat kematangan buah sukun. Kandungan gizi buah sukun muda berbeda dengan kandungan gizi buah sukun yang sudah masak. Menurut Koswara, (2006) Komposisi kimia buah sukun yang muda dan tua atau masak dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Unsur-unsur
Sukun muda
Sukun masak
Air (g)
87.1
69.1
Kalori (kal)
46
108
Protein (g)
2.0
1.3
Lemak (g)
0.7
0.3
Karbohidrat (g)
9.2
28.2
Kalsium (mg)
59
21
Fosfor (mg)
46
59
Besi (mg)
-
0.4
Vitamin B1 (mg)
0.12
0.12
Vitamin B2 (mg)
0.06
0.06
Vitamin C (mg)
21
17
Abu (g)
1.0
0.9
Serat (g)
2.2
-


2.2  Tepung Sukun

Tepung sukun merupakan salah satu cara alternatif untuk memperpanjang masa simpan buah sukun. Tepung sukun dapat diaplikasikan kedalam pembuatan kue-kue basah maupun kering. Produk tepung sukun dapat dibuat secara langsung dari buahnya yang diparut dan dikeringkan, ataupun dari gaplek sukun yang digiling halus. Dalam tepung sukun, masih terbawa ampas daging buahnya sehingga tingkat kehalusan yang dicapai adalah 80 mesh. Sementara dalam tepung sukun terkandung unsur gizi yang masih cukup tinggi sesuai dengan pendapat Suprapti, (2002), unsur gizi tepung sukun tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah.
Zat Gizi
Tepung Sukun
Karbohidrat (g)
78,9
Lemak (g)
2,72
Protein (g)
3,6
Vitamin B1 (mg)
0,34
Vitamin B2 (mg)
0,17
Vitamin C (mg)
47,6
Kalsium (mg)
58,8
Fosfor (mg)
165,2
Zat besi (mg)
1,1
Sumber : Suprapti, 2002

Menurut Sutardi dan Supriyanto (1996), sifat tepung sukun mencerminkan perilaku tepung sukun dalam kaitannya dengan kesesuaiannya untuk diolah menjadi berbagai produk olahan makanan kecil. Beberapa sifat tepung sukun yang penting adalah kapasitas hidrasi tepung sukun sekitar 290%, lebih besar dibandingkan dengan kapasitas hidrasi tepung terigu yaitu: 191,55%. Kapasitas hidrasi yang tinggi disebabkan adanya kandungan kadar pati, kadar amilosa dan amilopektin. Bentuk dan ukuran granula pati sebagai sifat mikroskopis hidrasi tepung sukun dan warna. Kapasitas hidrasi menunjukkan jumlah air yang dapat diserap oleh tepung. Sifat demikian memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat adonan yang terbentuk.
Berdasarkan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%) pada buah sukun berpeluang diolah menjadi tepung. Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan dapat mensubtitusi penggunaan tepung terigu 50 % persen hingga 100% tergantung dari jenis produknya. Sedangkan kandungan kadar protein sukun adalah 4,72%. Jika dibandingkan dengan kadar protein tepung terigu,maka kandungan protein tepung sukun jauh lebih rendah dibandingkan tepung terigu.
Dengan demikian semakin rendah pula kandungan protein glutenin dan gliadin yang terdapat pada tepung sukun. Kadar kandungan gluten yang rendah menyebabkan kemampuan pengembangan adonan kue yang rendah. (Widowati, dkk., 2001).
Kendala dalam pembuatan tepung sukun ialah terjadinya warna coklat saat diproses menjadi tepung. Cara yang biasa dilakukan adalah merendam buah sukun yang telah dikupas dalam air bersih, lalu dilakukan pengukusan dengan tujuan untuk menonaktifkan enzim yang menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan pada tepung. Lama pengukusan tergantung dari banyaknya bahan yang digunakan, berkisar antara 10-20 menit. Tingkat ketuaan buah juga sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah sukun maka semakin putih warna tepung yang akan dihasilkan. Buah sukun yang baik diolah adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum. Selain terjadinya pencoklatan pada tepung, aroma khas dari sukun juga tidak dapat hilang,inilah yang membedakan tepung sukun dengan tepung terigu. (Widowati, dkk., 2001)
Blanching merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menghambat aktivitas enzim pada sayuran dan beberapa buah-buahan, sebelum dan setelah pengolahan, meskipun bukan untuk tujuan pengawetan, proses pemanasan ini merupakan suatu tahapan proses yang sering dilakukan pada bahan sebelum bahan tersebut dikeringkan, dikalengkan, atau dibekukan. Proses blanching ada dua macam, yaitu steam blanchers (pemanasan dengan uap), dan hot-water blanchers (pemanasan dengan air panas). Keuntungan dari steam blanchers adalah komponen air yang hilang pada bahan hanya sedikit, namun kekurangannya pemanasan tidak merata keseluruh bagian bahan. Sedangkan hot-water blanchers keuntunganya adalah mengurangi modal (capital cost) dan energi lebih efisien, namun beresiko dari kontaminasi bakteri thermophilic (Fellows, 2000)

2.3  Tepung Terigu

Tepung merupakan salah satu bentuk alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), diperkaya  zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000).  Prosedur pembuatan tepung sangat beragam, dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan.  Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu pertama bahan pangan yang mudah menjadi coklat apabila dikupas dan kedua bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat.

            Pada umumnya umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami pencoklatan setelah dikupas.  Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic).  Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase.

            Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat tepung dapat dilakukan dengan mencegah sesedikit mungkin kontak antara bahan  yang telah dikupas dan udara dengan cara merendam dalam air (atau larutan garam 1% dan/atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir).  (Widowati dan Damardjati, 2001).
Tepung terigu harus mampu menyerap air dalam jumlah banyak untuk mencapi konsistensi adonan yang tepat, dan memiliki elastisitas yang baik untuk menghasilkan suatu produk dengan tekstur lembut dan volume yang besar. Tepung yang demikian disebut tepung keras (hard wheat). Tepung keras mengandung 12-13% protein dan cocok untuk pembuatan roti. Sebaliknya tepung terigu yang kemampuannya menyerap air sedikit akan menghasilkan adonan yang kurang elastis akan menghasilkan roti yang padat serta tekstur yang tidak sempurna. Tepung terigu seperti ini mengandung protein sekitar 7,5-8%. Biasa digunakan pada pembuatan biskuit, bolu, kue kering, dan krakers (Subarna, 1992).
Terigu merupakan bahan baku untuk industri makanan skala besar yang menghasilkan produk seperti mie instant, biskuit dan lain-lain. Terigu juga sebagai bahan baku industri kecil dan menengah yang menghasilkan antara lain mie basah, kue kering, roti tawar, dan lain-lain. Selain itu, terigu juga sebagai bahan baku industri rumah tangga yang menghasilkan aneka makanan jajan pasar dan industri.
Menurut standar nasional Indonesia (SNI 01-3751-2000), syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan dapat dilihat pada tabel di bawah.

Tabel Spesifikasi Persyaratan Tepung Terigu
Jenis uji
Satuan
Persyaratan
1.      Keadaan
- Bentuk
- Bau dan rasa
- Warna

-
-
-

Serbuk
Normal
Putih, khas terigu
2. Air
% b/b
Maksimum 14,5%
3. Abu
% b/b
Maksimum 0,6%
4. Protein
% b/b
Minimum 7,0
5. Besi
mg/kg
Minimum 50
6. Seng (Zn)
mg/kg
Minimum 30
7. Vitamin B1
mg/kg
Minimum 2,5
8. Vitamin B2
mg/kg
Minimum 4
9. Asam Folat
mg/kg
Minimum 2
Sumber : SNI 01-3751-2000







BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Potensi Sukun sebagai Pangan Fungsional

Sekitar 2500 tahun yang lalu, Hipocrates mengungkapkan makanlah makanan karena dia obat dan obat itu terkandung dalam makanan (Hasler, 1998). Pada tahun 1980 an istilah pangan fungsional diperkenalkan di Jepang. Pangan fungsional ialah suatu bahan pangan yang apabila dikonsumsi akan menyehatkan badan karena mengandung zat gizi atau bioaktif, baik adanya secara alami maupun ditambahkan. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya bayak sekali potensi pangan alami kita yang perlu digali pemanfaatan dan fungsinya secara lebih mendalam.  
Buah-buahan dan sayuran merupakan bahan pangan yang mempunyai indeks glikemik (IG)  rendah, yaitu 23-70 (Marsono, et al, 2002). Bahan pangan yang mempunyai IG rendah berpotensi sebagai penurun gula darah. Buah-buahan diketahui mengandung komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk berbagai pencegahan dan pengobatan penyakit kronis, termasuk Diabetes Mellitus. Komponen bioaktif buah-buahan yang diduga mempunyai aktivitas hipoglikemik antara lain: alkaloid, glikosida, galaktomanan, polisakarida, peptidoglikan, glikopeptida, terpenoid, asam-asam amino, dan ion an-organik (Jachak, 2002; Grover et.al., 2002).
Dalam falsafah penyembuhan tradisional, salah satu sumber yang dianut dalam mencari bahan obat-obatan antara lain, mencari lawannya. DM berkaitan dengan keberadaan gula, atau rasa manis, maka bahan alam yang dicoba untuk diekstrak yang mempunyai kecenderungan pahit. Salah satu yang secara empiris digunakan di masyarakat ialah buah pare. Selain itu, beberapa jenis buah yang diduga mempunyai IG rendah juga perlu dipelajari lebih lanjut. Berdasarkan asumsi tersebut maka jenis buah-buahan yang diduga potensial menurunkan gula darah yaitu: Pare (Momordica charanthia),  Mangga (Mangifera indica), Arbei (Fragaria vesca), Bengkuang (Pachyrrhi-userosus), Labu kuning (Cucurbita moschata), Salak (Zalacca edulis), Sukun (Artocarpus altilis), Pala (Myristica fragrana),  Jambu biji (Psidium guajava), Belimbing (Averrhoa balimbi), Mengkudu (Morinda citrifolia), Jambu mete (Anacardium occidentale), Sawo (Achras zapota)


3.2 Produksi Tepung Sukun


Berdasarkan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%), buah sukun  berpeluang untuk  diolah menjadi tepung. Pemanfaatan tepung sukun menjadi makanan olahan dapat mensubtitusi penggunaan terigu sampai 50 hingga 100% tergantung jenis produknya.
Kendala dalam pembuatan tepung sukun ialah terjadinya warna coklat saat diproses menjadi tepung. Untuk menghindari terbentuknya warna coklat pada tepung yang dihasilkan, usahakan sesedikit mungkin terjadinya kontak antara bahan dengan udara. Caranya yaitu dengan merendam buah yang telah dikupas dalam air bersih, dan menonaktifkan enzim dengan cara diblansir yaitu dikukus. Lama pengkukusan tergantung sedikit banyaknya bahan, berkisar antara 10-20 menit. Tingkat ketuaan buah juga sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan. Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan. Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum. (Widowati, et.al.  2001).
Bobot kotor buah sukun berkisar antara 1200-2500 g, rendemen daging buah 81,21%. Dari total berat daging buah setelah disawut dan dikeringkan menghasilkan rendemen sawut kering sebanyak 11-20% dan menghasilkan rendemen tepung sebesar 10-18%, tergantung tingkat ketuaan dan jenis sukun. Pengeringan sawut sukun menggunakan alat pengering sederhana berkisar antara 5-6 jam dengan suhu pengeringan 55-60oC. Bila pengeringan dengan sinar matahari lama pengeringan tergantung cuaca. Pada udara yang cerah, lama pengeringan sekitar 1 - 2 hari.  
Tabel Rendemen produk tepung sukun
Komponen yang diamati
Rendemen
Berat sukun kotor
Daging buah
Kulit buah
Hati buah
Chip/sawut kering
Tepung
1200-2000 g
81,21%
18,79%
9,09%
11,01%
10,70%

Skema pembuatan tepung sukun
Tepung sukun mengandung  84,03% karbohidrat, 9,90% air, 2,83% abu, 3,64% protein dan 0,41% lemak. Tabel di bawah menunjukkan bahwa kandungan protein tepung sukun   lebih tinggi dibandingkan tepung ubi kayu, tepung ubi jalar, tepung pisang dan tepung haddise (Widowati, et.al., 2001)


Tabel komposisi kimia aneka tepung umbi-umbian dan buah-buahan.
Komoditas
Kadar (%)
Air
Abu
Protein
Lemak
Karbohidrat
Pisang
Sukun
Labu kuning
Haddise
Ubikayu
Ubijalar
10,11
9,09
11,14
9,32
7,80
7,80
2,66
2,83
5,89
6,62
2,22
2,16
3,05
3,64
5,04
2,67
1,60
2,16
0,28
0,41
0,08
0,08
0,51
0,83
84,01
84,03
77,65
81,32
87,87
86,95
Sumber: Widowati, et.al., (2001)


 3.3 Teknologi Pengolahan Tepung Sukun untuk Berbagai Olahan dan Pangan Lokal

 

Penerapan teknologi pengolahan baik sederhana maupun modern dapat meningkatkan citra sumber pangan lokal.  Selama ini bahan pangan tersebut sering disebut bahan alternatif pengganti beras (sebagai sumber karbohidrat/kalori), sehingga mengandung pengertian kelas dua.  Padahal dengan sentuhan teknologi yang memadai bahan-bahan tersebut dapat digunakan sebagai pendamping nasi (sebagai makanan pokok), makanan kudapan (snack food) baik tradisional maupun dengan teknologi modern (Indrasari, et.al., 2000). Komponen bahan dan fungsinya dalam pembuatan aneka produk makanan diuraikan dibawah ini.
1.      Kue tradisional
Kue-kue tradisional biasa diolah dengan cara dikukus, dipanggang maupun digoreng.  Dalam pembuatan kue-kue tradisional, sebelum digunakan sebaiknya tepung komposit diayak terlebih dahulu. Bila menggunakan bahan pengembang seperti baking powder maka dapat dicampurkan pada tepung komposit lalu diayak bersama-sama, selanjutnya telur dan gula dikocok hingga kental atau berwarna putih. Setelah itu masukkan tepung komposit sedikit demi sedikit dan diaduk menggunakan sendok kayu. Tambahkan margarin cair atau santan matang yang telah dingin, aduk hingga rata. Kue-kue tradisional biasanya menggunakan santan sebagai pengganti margarin atau mentega sebagai sumber lemak. Tahap terakhir, adonan dituangkan kedalam cetakan, kemudian siap dikukus (misal: Putu Ayu) atau dipanggang (misal: Pukis). Bisa juga adonan dibungkus dengan daun pisang sebelum dikukus (misal: Barongko).
2.      Kue Basah
Kue basah atau cake merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, shortening/lemak dan telur, yang membutuhkan pengembangan gluten. Untuk pengembangan gluten biasanya digunakan bahan pengembang kimiawi serta dibutuhkan pembentukan emulsi komplek air dalam minyak. Lapisan air terdiri dari gula terlarut dan partikel tepung terlarut. Kue basah dapat dibuat dengan cara dikukus atau dipanggang.
Umumnya kue basah terbuat dari terigu karena mengandung protein pembentuk gluten yang bersifat elastis dan dapat menahan gas karbondioksida hasil proses peragian atau fermentasi. Oleh karena itu semua bentuk olah cake maupun roti perlu ditambahkan terigu sebagai sumber gluten. Penggunaan tepung kasava atau tepung sukun dalam campuran tepung komposit berkisar antara 50-100%. Jenis-jenis kue basah yang menggunakan campuran coklat dan gula merah seperti lapis legit, bolu spekoek, ontbijtkoek dapat menggunakan tepung kasava maupun tepung sukun hingga 100%. Namun secara umum penggunaan tepung sukun untuk kue basah rata-rata sebesar 50%. Terigu yang digunakan sebagai campuran tepung komposit sebaiknya yang mengandung protein atau gluten yang cukup tinggi sehingga dapat membantu volume pengembangan produk cake.
Gula yang baik dipakai untuk pembuatan cake adalah jenis gula kastor (30-80 mesh). Fungsi gula untuk melunakkan cake, mengikat udara yang terperangkap ketika pembuatan adonan, menjaga kelembaban cake dan memberi rasa manis.
Shortening atau lemak yang umum dipakai adalah mentega atau margarin. Fungsi lemak ialah untuk melindungi tepung sehingga tidak menyerap terlalu banyak air, sehingga pada waktu pemanggangan ketika CO2 lepas dan gelatinisasi pati menghasilkan pori-pori yang seragam. Menarik udara ketika pembuatan adonan berlangsung yaitu dengan bantuan gula. Memperbaiki tekstur dan palatabilitas atau citarasa  cake. Menghambat laju penguapan air sehingga membuat cake tetap kelihatan basah dan segar untuk waktu yang cukup lama.
Telur sebagai komponen utama pembentuk struktur cake juga berfungsi untuk menjaga kelembaban cake, mengikat udara selama pencampuran adonan, meningkatkan nilai gizi, memberi warna dan sebagai emulsifier karena mengandung lecithin. Jenis susu yang digunakan dalam pembuatan cake adalah susu skim atau susu kental manis dan berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi, memperkaya flavour dan rasa, memperkuat gluten, mencegah penguapan air sehingga dapat menjaga kelembaban cake.
Garam digunakan untuk mempertegas rasa sedangkan air digunakan untuk mengembangkan gluten dan mengatur konsistensi adonan. Buah dan kacang-kacangan digunakan sebagai pengisi, pemberi flavour dan rasa tertentu. Contohnya, kismis, kulit jeruk, almond, kelapa, kacang mete, dan lain-lain. Flavour terdiri dari flavour alami dan sintesis.
Bahan tambahan atau aditif terdiri dari pengembang dan emulisfier. Pengembang berguna untuk mengembangkan volume cake dan keseragaman pori. Contohnya NaHCO3 dan NH4CO3. Sedangkan emulsifier (lecithin pada telur, monoglycerida) berfungsi untuk meningkatkan volume cake, memperbaiki rasa, memperbaiki struktur crumb (butiran remah), meningkatkan kelembutan crumb, mengurangi laju kehilangan kadar air selama penyimpanan, mengurangi laju pengerasan atau pengerutan cake, meningkatkan volume adonan dalam pembuatan adonan.
Tahap pembuatan adonan dimulai dengan pengayakan tepung komposit, pengocokan telur dan gula hingga mengembang, penambahan tepung komposit, penambahan margarin, penuangan kedalam cetakan kemudian pengukusan atau pemanggangan. Pada adonan, udara lebih terikat pada lapisan lemak daripada air, tetapi pada suhu 37-40OC, udara bergerak dari lapisan lemak ke lapisan air. Pada pertengahan proses pemanggangan, seluruh udara terikat pada lapisan air yang sudah mengental. Akhirnya pada tahap akhir pemanggangan, struktur cake terbentuk akibat panas yang menyebabkan terkoagulasinya protein telur dan gelatinisasi pati. Beberapa produk kue basah ada yang menggunakan campuran tepung pati seperti tapioka/aci (pati ubikayu), maizena (pati jagung) atau pati ubi jalar (masih jarang digunakan) yang berfungsi melembutkan produk cake yang dihasilkan.
3.      Kue Kering
Kue kering atau cookies dibuat dengan cara dipanggang atau digoreng. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan cookies ialah tepung, bahan pengembang, shortening, telur, gula, garam, susu dan air.
Tepung merupakan bahan baku utama untuk pembuatan kering dan umumnya yang digunakan adalah tepung terigu yang mengandung protein sebesar 8-10%. Penggunaan tepung sukun dalam campuran tepung komposit bervariasi antara 30% hingga 100%. Sebelum digunakan sebaiknya tepung kasava, atau tepung umbi-umbian lainnya, disangrai dahulu untuk menghilangkan bau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung sukun pada produk cookies dapat mencapai 100%. Tepung komposit yang digunakan untuk produk kue kering sebaiknya mengandung tepung kacang-kacangan agar kandungan proteinnya meningkat.
Bahan pengembang yang digunakan untuk pembuatan kue kering yaitu bahan pengembang kimia yaitu soda kue. Pada soda kue yang menghasilkan gas karbondioksida adalah sodium bikarbonat. Keuntungan penggunaan soda kue adalah harga murah, kurang beracun, mudah penanganannya, relatif tidak berasa/terasa pada produk akhir serta tingkat kemurniannya tinggi.
Shortening sebagai sumber lemak dalam produk kue kering berguna untuk memberikan rasa berlemak dan keempukan pada produk, memperbaiki eating quality produk, menambah flavor, berperan sebagai emulsifier dan membantu pengembangan lapisan-lapisan pada produk.
Fungsi telur untuk pembuatan kue kering ialah sebagai bahan pengembang, menambah flavor dan rasa gurih, membantu penyusutan adonan sehingga mudah ditangani dan menambah nilai gizi. Telur mempunyai reaksi mengikat sehingga bila digunakan dalam jumlah banyak, maka kue kering lebih mengembang daripada melebar. Adonan yang menggunakan putih telur mengakibatkan kue kering yang dihasilkan mempunyai tekstur lebih keras dan sebaliknya bila digunakan lebih banyak kuning telur.
Ada beberapa jenis gula yang dapat digunakan untuk pembuatan kue kering yaitu gula pasir, gula halus dan gula sirup dari sukrosa, fruktosa, glukosa atau maltosa. Penggunaan berbagai jenis gula ini akan berpengaruh pada penampakkan permukaan kue kering. Sedangkan garam berfungsi untuk menambah flavor, menghilangkan flavor hambar dan rasa kurang enak dari bahan-bahan yang digunakan.
Fungsi susu dalam pembuatan kue kering yaitu untuk memberikan warna kerak yang menarik, memberikan flavor yang spesifik, meningkatkan penyerapan air dan kemampuan menambah gas dalam adonan serta menambah nilai gizi. Umumnya digunakan susu bubuk, sebab susu segar cenderung membuat adonan menjadi keras. Air mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pembuatan produk kue kering yaitu membantu pembentukan gluten bila menggunakan tepung terigu, mengendalikan suhu adonan, melarutkan bahan-bahan dan membantu proses gelatinisasi pati.
Pada dasarnya proses pembuatan kue kering dibagi menjadi 3 yaitu proses pencampuran, pencetakan dan pemanggangan. Salah satu tahapan yang paling penting dalam pembuatan kue kering ialah proses pencampuran. Adonan diaduk agar semua bahan dapat tercampur sehomogen mungkin. Salah satu metode pencampuran disebut metoda creaming yaitu susu, shortening, gula, garam dan soda kue dicampur bersama-sama dan diaduk sampai homogen, ditambah air dan telur bila diperlukan, baru kemudian tepung komposit dimasukkan ke dalam adonan tersebut dan diaduk sampai homogen dengan kecepatan putaran rendah. Pada proses ini terjadi penyerapan air oleh tepung sehingga dihasilkan adonan yang liat. Fungsi yang paling penting dari proses pencampuran ini ialah perlakuan untuk menghasilkan adonan yang mempunyai sifat-sifat penanganan yang memuaskan dan mampu diproses menjadi produk akhir yang berkualitas tinggi. Proses pencetakan dimaksudkan untuk memperoleh produk kue kering dengan bentuk yang seragam dan meningkatkan daya tarik atau penampilan. Biasanya dikerjakan secara manual yaitu dengan pisau pemotong, sendok kecil atau cetakan cetakan kue kering.
Beberapa kejadian penting yang terjadi selama pemanggangan yaitu pengembangan adonan, koagulasi protein, gelatinisasi pati dan penguapan air. Untuk memperoleh hasil pemanggangan yang baik, kue kering sebaiknya dikeluarkan dari oven sewaktu masih dalam keadaan lembek, pemanggangan dilanjutkan diatas loyang yang masih panas diluar oven. Suhu pemanggangan kue kering sekitar 140-200OC.
4.      Roti
Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan roti tawar biasanya ialah  terigu, yeast, air, gula, garam, shortening dan susu. Terigu merupakan bahan utama yang biasa digunakan untuk pembuatan roti tawar. Keistimewaan tepung ini mengandung gluten yang cukup tinggi yaitu sekitar 80% dari total proteinnya. Gluten ini mempunyai sifat viskoelastisitas yang unik bila dibasahi dengan air. Dalam pembuatan roti, gluten sangat dibutuhkan agar roti yang dihasilkan dapat mengembang karena berperan dalam membentuk struktur dan pengembangan produk roti. Adanya penambahan bahan protein atau komponen lain dalam jumlah yang tinggi akan merusak sifat unik dari gluten.
Substitusi atau campuran tepung sukun pada produk roti seperti roti tawar maupun roti manis hanya berkisar antara 10-20%, karena memerlukan daya mengembang yang tinggi. Tiadanya gluten pada protein tepung sukun menyebabkan tidak tergantikannya peran seluruh komponen terigu. Oleh karena itu dalam pembuatan roti sebaiknya digunakan terigu bergluten tinggi,yang termasuk jenis strong flour. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung sukun pada pembuatan roti tawar hanya berkisar antara 10-20%.
Yeast yang digunakan dalam pembuatan roti berperan untuk menghasilkan enzim-enzim yang mampu mengkatalisis reaksi-reaksi dalam fermentasi. Enzim-enzim yang dihasilkan ialah invertase, maltase dan zimase. Selanjutnya yeast mampu menghasilkan gas karbondioksida, diperangkap oleh gluten dan akibatnya adonan roti sudah mengembang pada saat fermentasi. Air berperan dalam melarutkan bahan, membantu aktifitas yeast, membantu pembentukan gluten, membantu gelatinisasi pati serta menghasilkan uap air yang membantu pada saat fermentasi.
Susu digunakan untuk memberikan flavor yang spesifik serta pembentukan warna pada kulit roti sebab susu mengandung laktosa yang tidak dapat difermentasikan oleh yeast. Selain itu susu juga dapat memperbaiki nilai gizi roti sebab mengandung protein yang cukup tinggi. Dalam pembuatan roti biasanya digunakan susu skim. Fungsi pemakaian gula terutama untuk substrat yeast, mempertahankan kelembaban, memperpanjang kesegaran roti, meningkatkan nilai gizi roti serta berperan dalam pembentukan warna kulit roti.
Garam berperan dalam memperbaiki flavor roti, memperkuat gluten, mengendalikan aktifitas yeast serta menghambat kontaminan. Shortening berfungsi untuk mengembangkan, memberi rasa enak, melunakkan tekstur dan memberi rasa lembut. Shortening dapat berupa lemak atau minyak.
Pada pembuatan roti tawar terdapat tiga tahapan penting yaitu pembuatan adonan, fermentasi dan pemanggangan. Pembuatan adonan dilakukan dengan mencampur bahan-bahan yang diperlukan, kemudian dilakukan pengadukan yang bertujuan untuk membantu aktifitas gluten dan agar seluruh bahan dapat tersebar merata dalam adonan yang terbentuk. Tahap fermentasi bertujuan untuk menghasilkan gas dari enzim yang terdapat didalam yeast. Suhu optimum untuk fermentasi adonan adalah 25-30OC. Sedang pada pemanggangan, mula-mula adonan akan mengalami pelepasa gas karbondioksida, pengambilan gas yang terbentuk pada tahap fermentasi serta berlangsungnya aktifitas yeast sampai akhirnya mati pada suhu 60OC. Pemanggangan roti biasanya dilakukan antara suhu 220-250OC.
Dalam proses pembuatan roti, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Gunakan ragi yang bagus atau “hidup”, butirannya utuh dan baunya harum. Uleni adonan selama kurang lebih 15 menit. Semakin lama adonan terkena panas tangan saat diuleni, tekstur roti makin lembut. Adonan dikatakan kalis bila sudah tidak lengket ditangan. Ambil sedikit adonan, jika ditarik ke atas dan ke bawah tidak putus berarti sudah kalis. Adonan diletakkan ditempat hangat agar lebih cepat mengembang.
5.      Mie
Mie merupakan makanan khas negeri Cina. Rasanya yang hambar membuat bahan makanan ini dapat diolah dengan bumbu yang sesuai selera pembuatnya. Mie biasanya dibuat dari adonan  terigu, air, garam, telut dan minyak. Adonan mie lebih sering dibuat dengan mencampur air khi/kansui   atau lebih dikenal dengan air abu. Yang harus dipertimbangkan dalam memilih terigu terutama adalah kadar protein dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi erat dengan jumlah gluten, sedangkan kadar abu erat dengan kualitas mie yang dihasilkan. Substitusi atau campuran tepung sukun pada produk mie hanya berkisar antara 10-20%. Bila lebih dari 20%, produk mie akan mudah patah sewaktu dimasak karena tidak mengandung gluten. Fungsi terigu ialah untuk membentuk struktur karena gluten bereaksi dengan karbohidrat dan sebagai sumber karbohidrat dan protein.
Air yang digunakan haruslah memenuhi persyaratan mutu air untuk industri baik secara kimiawi maupun mikrobiologis. Secara umum, air minum dapat digunakan untuk pembuatan mie. Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan karbohidrat, melarutkan garam dan membentuk sifat kenyal dari gluten.
Garam yang digunakan adalah garam dapur atau NaCl. Fungsi garam antara lain untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mie, membantu reaksi antara gluten dengan karbohidrat sehingga meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie dan mengikat air. Air abu/air khi/kansui dipakai sejak dahulu sebagai bahan alkali untuk membuat mie. Komponen utamanya yaitu K2CO3, NaCO3 dan KH2PO4. Fungsi
pemberian air abu yaitu untuk mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, meningkatkan kehalusan tekstur dan meningkatkan sifat kenyal.
Telur berfungsi untuk mempercepat penyerapan air pada terigu, mengembangkan adonan dan mencegah penyerapan minyak sewaktu digoreng. Bila menggunakan bahan pengembang seperti soda kue, maka berfungsi untuk mempercepat pengembangan adonan, memberikan kemampuan dalam memperbesar adonan serat, mencegah penyerapan minyak dalam penggorengan mie.
Cara membuat mie sangat sederhana yaitu dengan mencampur tepung komposit, air, garam dan telur kemudian adonan diuleni hingga kalis dan bias dipulung. Setelah itu dilakukan pencetakan lembaran yang diulang hingga berbentuk lembaran halus dengan menggunakan alat penggiling mie dan dilanjutkan dengan pencetakan mie. Setelah itu sebelum dimasak lebih lanjut, mie dikukus selama 10 menit atau direbus dalam air mendidih selama 2-3 menit hingga matang.
Untuk pembuatan mie skala rumah tangga, mie dapat dibuat dengan alat pembuat mie yang kecil dengan harga yang tidak terlalu mahal. Sedangkan untuk skala besar, alat yang dipakai juga besar. Adonan mie yang sudah kalis dimasukkan dalam gilingan dan diputar berulang-ulang hingga adonan tipis dan panjang supaya mie yang dihasilkan tidak terputus-putus. Penggunaan mesin pembuat mie, ketebalan adonan bias diatur. Setelah adonan tipis dan sesuai dengan yang diinginkan, pisau mesin bias dipasang hanya dengan memutar tombol dan adonan kembali dimasukkan. Kemudian alat tersebut diputar lagi dan keluarlah mie yang panjang dan tinggal dipotong sesuai keperluan.













BAB IV
 KESIMPULAN DAN SARAN


4.1  Kesimpulan

           berdasarkan kandungan nutrisinya, sukun mempunyai IG rendah yang berpotensi sebagai penurun gula darah, mengandung komponen bioaktif yang dapat digunakan untuk berbagai pencegahan dan pengobatan penyakit kronis, termasuk Diabetes Mellitus. Kandungan vitamin dan mineral buah sukun lebih lengkap dibandingkan dengan beras, namun kalorinya lebih rendah. Hal ini mempunyai keuntungan tersendiri, yaitu dapat digunakan sebagai makanan diet.  Untuk golongan masyarakat tertentu yang menginginkan diet makanan kalori rendah dapat memilih buah sukun dalam menu sehari-hari. Hal ini menjadikan sukun merupakan bahan pangan fungsional.
           Untuk mengatasi kelemahan sifat umum buah-buahan segar, serta mengantisipasi ketersediaan yang lumintu, maka bentuk tepung  sangat dianjurkan. Dalam bentuk tepung, sukun akan menjadi lebih awet, menghemat biaya transportasi dan penyimpanan, nilai ekonominya lebih tinggi dan dapat dimanfaatkan dalam pembuatan aneka produk pangan.
           

1.1  Saran

            Perlu adanya pengembangan agroindustri aneka tepung di pedesaan (sentra bahan baku) diharapkan dapat membantu diversifikasi pangan dan meningkatkan nilai jual produk petanian, merubah pola petik-jual menjadi petik-olah-jual, meningkatkan peluang kerja dan pendapatan masyarakat.
       
DAFTAR PUSTAKA


Meliani, Vivi. 2002. Mempelajari penggunaan tepung sukun sebagai bahan substitusi tepung terigu dalam pembuatan cookies. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/18296/F03cno.pdf?sequence=2. Akses tanggal 7 Desember 2012.
Noviarso, Cahyo. 2003. Pengaruh umur panen dan masa simpan buah sukun terhadap kualitas tepung sukun yang dihasilkan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/15407/F01AYW.pdf?sequence=1. Akses tanggal 7 Desember 2012.
Suprapti, M.Lies., 2002. Tepung Sukun, Pembuatan dan Pemanfaatan. Kanisius: Yogyakarta.
Widowati, S. 2003. Prospek tepung sukun dalam menunjang diversifikasi pangan. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/23206/A02vme.pdf?sequence=2. Akses tanggal 7 Desember 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar